Memahami Masa Lalu untuk Merancang Masa Depan: Menggali Hakikat Sumber dan Interpretasi Sejarah

Memahami Masa Lalu untuk Merancang Masa Depan: Menggali Hakikat Sumber dan Interpretasi Sejarah

Memahami peristiwa di masa lampau merupakan upaya yang mustahil dilakukan tanpa adanya landasan yang kuat. Landasan ini adalah sumber sejarah, yang memegang kedudukan sangat penting dalam penelitian sejarah. Tanpa sumber, kejadian atau kisah di masa lalu tidak akan pernah bisa direkonstruksi ulang oleh sejarawan.

Pengertian dan Ragam Sumber Sejarah

Menurut Sumargono (2021), sumber sejarah pada dasarnya merupakan kumpulan materi sejarah yang tersebar dan beraneka ragam. Secara sederhana, bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau inilah yang disebut sumber sejarah. Sumber-sumber ini juga dapat diartikan sebagai jejak masa lampau yang merupakan hasil dari peninggalan serta kebudayaan manusia.

Tiga Kategori Utama Jejak Masa Lampau

Dikutip dari buku “Metode Sejarah” (2020) oleh Nina Herlina, sumber sejarah dapat dibagi menjadi tiga jenis utama. Pertama adalah sumber tertulis, yakni peninggalan berupa catatan peristiwa, seperti prasasti, dokumen, naskah, piagam, surat kabar, hingga biografi dan babad.

Kedua adalah sumber lisan, yang berbentuk keterangan langsung dari saksi mata atau pelaku peristiwa. Contohnya adalah ketika seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) menceritakan pengalamannya dalam Serangan Umum, atau ketika Gus Dur bercerita tentang akhir masa jabatannya sebagai presiden.

Ketiga adalah sumber benda atau artefak, yang diperoleh dari peninggalan benda kebudayaan. Sumber ini bisa bersifat monumental (seperti candi, masjid, gereja, dan makam), ornamental (relief dan ragam hias), grafis (peta dan sketsa), atau fotografis (foto dan film).

Melampaui Sumber: Pelajaran Sejarah dari Era Modern

Namun, memiliki akses ke sumber sejarah hanyalah langkah awal. Sejarah tidak hanya tentang mengumpulkan fakta, tetapi juga tentang bagaimana kita menafsirkannya. Di sinilah pandangan sejarawan modern seperti Dr. Michael Wert menjadi relevan. Wert, seorang profesor sejarah Asia Timur yang karyanya sering muncul di berbagai dokumenter dan program televisi, menekankan bahwa sejarah adalah alat untuk memahami masa kini dan merencanakan masa depan.

Pelajaran 1: Menelaah Apa yang Terjadi dan Tidak Terjadi

Saat mengajar, khususnya dalam kursus populer “Age of the Samurai”, Wert mendorong mahasiswa untuk tidak hanya melihat apa yang terjadi, tetapi juga “semua kemungkinan yang tidak terwujud”. Sejarah bukanlah garis lurus yang sederhana.

Sebagai contoh, samurai sering digambarkan sebagai prajurit gagah berkatana. Padahal, citra itu hanya sebagian kecil dari cerita. Baju zirah mereka sangat bervariasi, mereka lebih sering menggunakan busur dan tombak, dan katana baru menjadi simbol status di masa damai. Lebih jauh lagi, peran onna-musha (prajurit wanita) sering diabaikan oleh budaya populer, meskipun mereka memainkan peran integral dalam membentuk masa lalu Jepang.

Pelajaran 2: Menyadari Konteks yang Selalu Berubah

Wert menekankan bahwa kategori yang kita gunakan—seperti kelas, gender, kekuasaan, dan bahkan identitas—tidaklah kaku. Kategori tersebut berevolusi seiring waktu dan mengambil bentuk yang berbeda tergantung pada konteks budaya. Peran samurai adalah contoh utamanya. Meski identik sebagai prajurit, mereka juga berfungsi sebagai birokrat, cendekiawan, dan tokoh budaya selama masa damai. Identitas dibentuk oleh kebutuhan dan nilai-nilai suatu periode.

Pelajaran 3: Menggunakan Masa Lalu untuk Merencanakan Masa Depan

Pada akhirnya, menurut Wert, pendidikan sejarah terbaik menggunakan masa lalu untuk mengatakan sesuatu yang relevan di masa kini dan membuka kemungkinan di masa depan. Ia percaya bahwa mahasiswa yang ingin membuat perbedaan di dunia harus memahami kondisi historis yang membawa mereka ke titik ini.

Wert, yang pernah menjadi konsultan untuk acara TV, mendorong mahasiswa untuk bersikap kritis terhadap representasi masa lalu di media. “Seberapa akurat penggambaran ini?” adalah pertanyaan penting. Menurutnya, representasi masa lalu yang baik adalah satu-satunya cara untuk membuat perubahan di masa depan. Pemikiran historis—kemampuan untuk menganalisis sistem, mempertanyakan asumsi, dan berpikir kritis—adalah keterampilan berharga dalam disiplin apa pun, baik itu sains, bisnis, atau pendidikan.