Strategi R untuk Sampah Laut dan Keuangan Biru di Indonesia

Strategi R untuk Sampah Laut dan Keuangan Biru di Indonesia

Makalah ini membahas penerapan ekonomi biru melalui Strategi R yang berkelanjutan. Esensinya terkait dengan pengembangan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) melalui penyediaan keuangan biru, yang merupakan bagian dari penerapan ekonomi biru yang berkembang di Indonesia.

Penerapan ekonomi biru merupakan strategi baru bagi pemerintah di bawah tanggung jawab Bappenas yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Penerapan ini diluncurkan pada tahun 2012 ketika konteks pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa ada setidaknya lima bentuk penerapan kebijakan ekonomi biru mulai dari perikanan berbasis kuota, perluasan kawasan konservasi laut, pengembangan akuakultur laut, pesisir, dan air tawar, pengelolaan sampah laut, serta pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Kebijakan ini setidaknya dapat mengembangkan tiga pilar utama penerapan ekonomi biru, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Penerapan ini diproyeksikan akan membawa pengembalian investasi laut hingga USD 15,5 triliun (Bappenas, 2023).

Salah satu masalah terkait dengan proyeksi sampah laut. Menurut Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Sampah Laut (TKN PSL), jumlah sampah plastik di Indonesia telah berkurang sebesar 42,27% sejak 2018 (TKN PSL, 2023). Namun, pada tahun 2022, 309.625 ton sampah plastik tetap menjadi angka yang harus ditindaklanjuti. Hal ini terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh sampah laut. Beberapa di antaranya termasuk pencemaran air dan tanah serta penurunan kualitas biota laut. Sampah plastik yang menutupi akar mangrove dapat menyebabkan kematian, sampah menjadi makanan bagi hewan laut dan menyebabkan kematian, serta racun dari partikel plastik juga akan membunuh hewan (Arifin, 2017). Karena hewan laut adalah makanan bagi manusia, manusia terpapar partikel plastik dari sumber makanan mereka. Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan bahwa sampah laut yang masuk ke rantai makanan dapat mengancam habitat makhluk hidup dan kesehatan manusia.

Masalah sampah laut dapat diatasi melalui Strategi R dalam penerapan konsep ekonomi sirkular. Strategi R terdiri dari R0 Refuse, R1 Rethink, R2 Reduce, R3 Reuse, R4 Repair, R5 Refurbish, R6 Remanufacture, R7 Repurpose, R8 Recycle, dan R9 Recover (Malooly & Daphne, 2023). Setiap strategi berkontribusi pada pola konsumsi yang lebih berkelanjutan. Masyarakat dan perusahaan dapat memulai strategi ini melalui program atau proyek tertentu. Manfaat keseluruhan dari penerapan Strategi R dapat berkontribusi pada keuangan biru.

Keuangan biru adalah bagian dari konsep ekonomi laut berkelanjutan, termasuk solusi ekonomi biru yang pertama kali diusulkan pada Konferensi Rio+20 tahun 2012. Keuangan biru dirancang untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek yang terkait dengan transisi ke ekonomi biru dan keberlanjutan lingkungan laut. Pembiayaan diperoleh melalui mekanisme pendanaan yang menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, tata kelola, dan lingkungan sektor kelautan dan perikanan. Pendanaan dijamin melalui investasi yang mendukung upaya seperti restorasi laut dan terumbu karang. Melalui Strategi R, mengatasi masalah sampah laut dapat secara tidak langsung berkontribusi pada keuangan biru.

Instrumen keuangan biru dapat dilakukan melalui obligasi biru, pinjaman, ekuitas, dan hibah. Peluang tersebut termasuk penerbitan obligasi biru. Indonesia menerbitkan obligasi biru pertama di pasar Jepang, dengan total $150 juta. Selain menerima apresiasi dari UNDP, penerbitan ini memberikan dukungan bagi penerapan ekonomi biru Indonesia, yang mencakup perlindungan pesisir, pengelolaan perikanan berkelanjutan dan akuakultur, konservasi keanekaragaman hayati laut, dan budidaya mangrove (UNDP, 2023).

Peluang lain adalah memberikan pinjaman biru dari Asian Development Bank (ADB) kepada salah satu perusahaan daur ulang, PT ALBA Tridi Plastics Recycling Indonesia. Pinjaman ini mendanai $44,2 juta untuk membangun fasilitas daur ulang polyethylene terephthalate (PET) di Jawa Tengah. Pabrik ini mendaur ulang botol PET menjadi PET berkualitas tinggi dan aman untuk makanan (rPET). Pabrik ini diharapkan dapat mendaur ulang hingga 48.000 ton botol PET per tahun, sehingga mengurangi penumpukan sampah botol di tempat pembuangan akhir, pembakaran, dan pembuangan di laut. Pabrik ini akan menghasilkan 36.000 ton rPET, mengurangi 30.500 ton CO2 yang akan dihasilkan dari penggunaan PET baru (ADB, 2023).